”Maaf Pak, saya tadi terlambat praktikum, jadi saya tidak ikut pretest”, begitu kata salah seorang mahasiswa saya. ”Oke dech, sebagai ganti pretest, kamu saya tugaskan membuat sebuah resume artikel tentang Banyugeni dan Jodhipati yach?”. Akhirnya mahasiswa tersebut saya tugaskan untuk mencari artikel tentang Banyugeni dan Jodhipati sebanyak-banyaknya, kemudian membuat rangkuman dari artikel-artikel tersebut dalam maksimal dua halaman saja. Posting berikut ini adalah hasil dari tugas tersebut tanpa saya edit sedikitpun. Silahkan anda nilai sendiri, kira-kira resumenya bagus atau tidak, karena terus terang kalau menurut saya sich cukup bagus.
Krisis energi yang mendera bangsa ini sungguh sangat membuat semua elemen masyarakat yang ada di Negara ini kewalahan dikarenakan membumbungnya harga BBM yang disebabkan melambungnya harga minyak dunia yang mencapai 120 US Dollar per barel dan BBM yang telah ditetapkan pemerintah, semakin menghimpit masyarakat kecil serta para usaha ekonomi mikro. Presiden SBY pun menantang para ilmuwan dan akademisi kampus untuk mengembangkan sumber energi alternatif yang nantinya dapat membantu pemecahan masalah krisis energi. Para akademisi pun berlomba-lomba untuk membuat terobosan di bidang Blue Energy.
Blue energy adalah tenaga yang dihasilkan dari perbedaan konsentrasi air laut dan air tawar dengan menggunakan Reverse Electro Dialysis (RED). Limbah dari proses ini adalah Brackwish water. Sel energi osmosis air. Teknologi reversed electrodialysis telah terbukti di laboratorium. Seperti halnya dalam penerapan teknologi lain, harga membran yang tidak terjangkau adalah kendalanya. Membran jenis baru dari plastik polyelhylene telah dirancang di Indonesia.
Ada penemu energi alternatif bernama Joko Suprapto, berasal dari Nganjuk, Jawa Timur. Awalnya saya bertanya-tanya. Betul apa tidak? Media cetak dan media elektronik (tak ketinggalan blogosphere) pun bertebaran soal penemuan yang ”spektakuler” ini. Blog Dongeng Geologi memuat pendapat pak SBY soal banyugeni ini.
Menurut pak SBY, istilah blue energy itu beliau pakai untuk mengkategorikan energi yang masih memancarkan atau mengeluarkan emisi karbon. Sehingga setiap energi yang masih memanfaatkan Carbon Based with Combustion (rantai karbon dengan mesin bakar) akan masuk kategori blue energy. Sedangkan energy yang tidak mengeluarkan emisi karbon disebut green energy, misalnya energi gelombang, energi angin, energi matahari, geothermal dan lain-lain.
Akhir tahun yang lalu, Joko Suprapto-warga Nganjuk, Jawa Timur-mengklaim menemukan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, yang sumbernya adalah air laut dan bisa dijual seharga Rp. 3000 per liternya. Hasil analisis para pakar terhadap informasi yang tersedia berkesimpulan bahwa klaim tersebut mustahil untuk direalisasikan.
Ironisnya, ”prestasi” ini terlanjur dibangga-banggakan di ajang konferensi Internasional tentang perubahan iklim di Bali. Harian Surya Online menampilkan judul tulisan: Djoko ”Blue Energy” ditagih Rp. 1,5 Miliar. Dikatakan bahwa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang merasa tertipu oleh proyek pembangkit listrik mandiri ”Jodhipati” dan proyek pengembangan energi alternatif ”Banyugeni” yang digagas Djoko Suprapto, mengancam akan menempuh jalur hukum.
Itu jika duit Rp. 1,5 milliar terlanjur digelontorkan ke pihak Djoko tidak dikembalikan. ”Djoko Suprapto telah menandatangani surat kesanggupan akan mengembalikan uang yang telah kami keluarkan. Kami harapkan dia segera menepati janjinya itu”, kata kuasa hukum UMY, Mochtar Zuhdi, Senin (16/6). Menurut dia, pihak kampusnya sedang mempelajari kemungkinan menuntut Djoko Suprapto baik secara pidana maupun perdata. ”Kami masih berkoordinasi untuk melaporkan dugaan kasus penipuan Djoko Suprapto ke polisi”, katanya.
Kasus dugaan penipuan berkedok inovasi teknologi ini terbongkar setelah PT. Mentari Prima Karsa (PT. MPK) selaku badan usaha milik kampus UMY melakukan telaah teknis dan akademis dengan membongkar salah satu alat kelengkapan ”Banyugeni” yaitu pembangkit listrik mandiri ”Jodhipati”. Pembangkit listrik yang katanya mampu menghasilkan daya tiga megawatt itu ternyata hanya berupa kotak berukuran tinggi 60 cm, lebar 60 cm dan panjangnya 90 cm.
Di dalamnya terdapat alat terbuat dari plat border setebal satu milimeter, berisi dua variac, welding cable (kabel las), isolasi putih, tulangan besi galvabis enam milimeter yang tidak layak secara teknis disebut pembangkit listrik. Berdasarkan telaah teknis dan akademis PT. MPK dan senat UMY disimpulkan bahwa kegiatan pendukung proyek ”Banyugeni” berasal dari sumber yang sama dengan pembangkit listrik mandiri ”Jodhipati” tidak layak diteruskan.
Di saat sedang kalut soal membumbungnya harga minyak di dunia, banyugeni bin blue energy pun menjadi obat bius yang mujarab. Herannya, Pak SBY, Pak JK, kenapa bisa terkesima semua. Gimana Pak Menristek? Memang, seperti kata pak JK, yang dikutip okezone.com, ”Kalau Joko punya konsep jangan dianggap remeh. Dulu semua penelitian yang ekstrim dianggap gila. Bunyi telepon pertama kali dibilang setan. Mungkin kita yang konyol”, ujar wapres.
Begitulah sedikit ulasan tentang banyugeni dan Jodhipati mungkin kita bisa mengambil pelajaran dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan para pejabat yang tertipu oleh iming-iming pembuatan energi alternatif yang ternyata tidak terbukti kebenarannya, walau kita sedang mengalami krisis energi yang terus membuat resah masyarakat dan membuat stress karena himpitan ekonomi tetapi jangan sampai kekacauan ini menghilangkan akal sehat kita.
Iklan:Blue energy adalah tenaga yang dihasilkan dari perbedaan konsentrasi air laut dan air tawar dengan menggunakan Reverse Electro Dialysis (RED). Limbah dari proses ini adalah Brackwish water. Sel energi osmosis air. Teknologi reversed electrodialysis telah terbukti di laboratorium. Seperti halnya dalam penerapan teknologi lain, harga membran yang tidak terjangkau adalah kendalanya. Membran jenis baru dari plastik polyelhylene telah dirancang di Indonesia.
Ada penemu energi alternatif bernama Joko Suprapto, berasal dari Nganjuk, Jawa Timur. Awalnya saya bertanya-tanya. Betul apa tidak? Media cetak dan media elektronik (tak ketinggalan blogosphere) pun bertebaran soal penemuan yang ”spektakuler” ini. Blog Dongeng Geologi memuat pendapat pak SBY soal banyugeni ini.
Menurut pak SBY, istilah blue energy itu beliau pakai untuk mengkategorikan energi yang masih memancarkan atau mengeluarkan emisi karbon. Sehingga setiap energi yang masih memanfaatkan Carbon Based with Combustion (rantai karbon dengan mesin bakar) akan masuk kategori blue energy. Sedangkan energy yang tidak mengeluarkan emisi karbon disebut green energy, misalnya energi gelombang, energi angin, energi matahari, geothermal dan lain-lain.
Akhir tahun yang lalu, Joko Suprapto-warga Nganjuk, Jawa Timur-mengklaim menemukan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, yang sumbernya adalah air laut dan bisa dijual seharga Rp. 3000 per liternya. Hasil analisis para pakar terhadap informasi yang tersedia berkesimpulan bahwa klaim tersebut mustahil untuk direalisasikan.
Ironisnya, ”prestasi” ini terlanjur dibangga-banggakan di ajang konferensi Internasional tentang perubahan iklim di Bali. Harian Surya Online menampilkan judul tulisan: Djoko ”Blue Energy” ditagih Rp. 1,5 Miliar. Dikatakan bahwa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang merasa tertipu oleh proyek pembangkit listrik mandiri ”Jodhipati” dan proyek pengembangan energi alternatif ”Banyugeni” yang digagas Djoko Suprapto, mengancam akan menempuh jalur hukum.
Itu jika duit Rp. 1,5 milliar terlanjur digelontorkan ke pihak Djoko tidak dikembalikan. ”Djoko Suprapto telah menandatangani surat kesanggupan akan mengembalikan uang yang telah kami keluarkan. Kami harapkan dia segera menepati janjinya itu”, kata kuasa hukum UMY, Mochtar Zuhdi, Senin (16/6). Menurut dia, pihak kampusnya sedang mempelajari kemungkinan menuntut Djoko Suprapto baik secara pidana maupun perdata. ”Kami masih berkoordinasi untuk melaporkan dugaan kasus penipuan Djoko Suprapto ke polisi”, katanya.
Kasus dugaan penipuan berkedok inovasi teknologi ini terbongkar setelah PT. Mentari Prima Karsa (PT. MPK) selaku badan usaha milik kampus UMY melakukan telaah teknis dan akademis dengan membongkar salah satu alat kelengkapan ”Banyugeni” yaitu pembangkit listrik mandiri ”Jodhipati”. Pembangkit listrik yang katanya mampu menghasilkan daya tiga megawatt itu ternyata hanya berupa kotak berukuran tinggi 60 cm, lebar 60 cm dan panjangnya 90 cm.
Di dalamnya terdapat alat terbuat dari plat border setebal satu milimeter, berisi dua variac, welding cable (kabel las), isolasi putih, tulangan besi galvabis enam milimeter yang tidak layak secara teknis disebut pembangkit listrik. Berdasarkan telaah teknis dan akademis PT. MPK dan senat UMY disimpulkan bahwa kegiatan pendukung proyek ”Banyugeni” berasal dari sumber yang sama dengan pembangkit listrik mandiri ”Jodhipati” tidak layak diteruskan.
Di saat sedang kalut soal membumbungnya harga minyak di dunia, banyugeni bin blue energy pun menjadi obat bius yang mujarab. Herannya, Pak SBY, Pak JK, kenapa bisa terkesima semua. Gimana Pak Menristek? Memang, seperti kata pak JK, yang dikutip okezone.com, ”Kalau Joko punya konsep jangan dianggap remeh. Dulu semua penelitian yang ekstrim dianggap gila. Bunyi telepon pertama kali dibilang setan. Mungkin kita yang konyol”, ujar wapres.
Begitulah sedikit ulasan tentang banyugeni dan Jodhipati mungkin kita bisa mengambil pelajaran dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan para pejabat yang tertipu oleh iming-iming pembuatan energi alternatif yang ternyata tidak terbukti kebenarannya, walau kita sedang mengalami krisis energi yang terus membuat resah masyarakat dan membuat stress karena himpitan ekonomi tetapi jangan sampai kekacauan ini menghilangkan akal sehat kita.
5 comments:
Testing alias dicoba :))
Dicoba lagi ah =))
sip pak doseeennn
siippp pak doseeennn
Beri kesempatan biar berkembang. jangan terburu buru ambil kesimpulan apapun.
Oh ya,bagi yang ingin mempelajari tentang tehnik pengolahan air,reverse osmosis dan air minum isi ulang silahkan kunjungi:
http://www.airminumisiulang.com/
websitenya sudah menjadi rujukan dari berbagai kalangan akademisi dan umum lho :)
Posting Komentar