Setelah maghrib tadi, saya sempatkan mampir dulu di kostnya Joko. Di situ ada sebuah buku yang membahas masalah Inul. Sebenarnya masalah ini sudah begitu lama terjadi, atau bisa dibilang basi. Tapi saya tertarik untuk membahas masalah ini karena di buku itu ada pendapat seseorang tentang kasus Inul tersebut.
Langsung saja ke pokok permasalahannya, pada tahun 2006 sempat terjadi kehebohan nasional terutama pada dunia dangdut, yaitu munculnya sang penyanyi fenomenal Inul Daratista yang terkenal dengan goyang ngebornya. Banyak ulama yang tidak setuju dengan goyang ngebornya Inul, terutama Rhoma Irama. Mereka menganggap bahwa goyangnya Inul itu meresahkan, karena terlalu mengumbar bokong di depan orang banyak, sehingga Rhoma Irama menganggap bahwa Inul itu merusak moral bangsa.
Saya terus terang tidak setuju dengan pernyataan itu. Menurut saya, Inul tidak merusak moral bangsa tapi memang bangsa ini sudah rusak duluan moralnya. Buktinya, kalau memang bangsa ini tidak rusak moralnya, seharusnya ketika Inul muncul, seluruh bangsa akan langsung kompak menolak Inul. Tapi fakta di lapangan justru menunjukkan bahwa sebagian besar bangsa Indonesia malah menyukai dan mendukung Inul.
Jadi kalau menurut saya, kemarahan Rhoma Irama itu bukanlah didasarkan oleh goyang Inul yang merusak moral bangsa tapi goyang Inul merusak musik dangdut. Mengapa demikian? Karena menurut saya, kemunculan Inul mirip dengan kemunculan Boyband. Banyak di antara personel boyband itu yang tidak bisa menyanyi, tapi karena punya modal wajah yang tampan dan menarik, boyband bisa menjual albumnya.
Coba saja, anda tanyakan kepada para penggemar Boyband yang sebagian besar adalah remaja putri. Coba anda tanyakan kepada mereka, “Apa alasan mereka menyukai salah satu Boyband tersebut?”. Mereka pasti akan secara kompak dan serempak mengatakan, “Karena personelnya cakep-cakep!!!”. Benar, mereka tidak peduli apakah para personelnya bisa menyanyi atau tidak, isi lagunya bagus atau tidak dan komposisinya bagus atau tidak. Selama personelnya cakep-cakep, mereka pasti akan langsung menyukainya. Akibatnya, banyak Boyband yang tidak menghiraukan kualitas lagu, lebih baik mereka mendaur ulang lagu-lagu lama. Bukankah penggemar mereka tidak peduli pada isi lagu yang mereka nyanyikan?
Hal ini mirip dengan fenomena Inul. Ternyata penggemar Inul tidak menghiraukan lagu-lagu yang dibawakan oleh Inul. Mereka hanya memperdulikan goyang Inul saja yang kontroversial itu. Buktinya ketika Inul mengeluarkan album baru, ternyata tidak laku dipasaran. Sebaliknya, CD bajakan Inul yang memperlihatkan goyang ngebornya, laris manis bak kacang goreng di pasaran, bahkan kabarnya mengalahkan rekor box-officenya film Harry Potter and the Chamber of Secret.
Senada dengan yang dilakukan oleh boyband, Inul juga tidak menghiraukan kualitas lagu yang akan dia bawakan. Akibatnya, Inul menjadi terkenal karena menyanyikan lagu orang lain, bukan karena lagu yang dia ciptakan dan aransemen sendiri. Hal inilah yang saya maksud sebagai merusak musik dangdut.
Sebenarnya, kurang adil juga jika hanya menimpakan semua kesalahan ini kepada Inul Daratista, karena faktanya di lapangan banyak juga penyanyi dangdut lainnya yang hanya punya modal suara pas-pasan tapi berani pamer pusar dan goyang bokong. Terus terang, sebenarnya pendapat ini tidak hanya berlaku buat Inul Daratista tapi juga berlaku buat penyanyi dangdut lain yang hanya punya modal bokong dan pusar.
Lantas, apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi fenomena Inul ini? Menurut saya, jawabannya mudah saja. Kita cukup membiarkan saja fenomena ini berlanjut. Mengapa demikian? Karena menurut saya, fenomena Inul itu hanya trend yang terjadi di masyarakat dan trend itu memiliki sifat yang sama dengan badai.
Saat badai terjadi, banyak pohon bertumbangan, banyak rumah yang hancur berantakan, tapi badai hanya terjadi relatif sebentar, kira-kira 4-6 jam. Setelah itu, yang ada hanyalah angin sepoi-sepoi yang bertiup. Demikian juga halnya dengan fenomena Inul, pada saat Inul sedang ngetrend, hampir semua stasiun TV menayangkan Inul pada jam yang sama pula. Tapi sekarang saat trend itu sudah habis, goyang Inul hanyalah angin sepoi-sepoi.
Jumat, 17 Agustus 2007
Goyang Inul
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar